Senin, 21 Maret 2016

The Secret Garden | Review


The Secret Garden

Frances Hodgson Burnett, 1911
E-book dari Project Gutenberg (bisa diambil di Feedbooks)
235 halaman

Seminggu kemarin saya 'dibombardir' dengan buku-buku yang hampir semuanya bikin capek kepala, mulai dari The Night Manager (John le Carré) yang akhirnya selesai, Lolita (Vladimir Nabokov) yang penuh imoralitas, dan High-Rise (J.G Ballard) yang bertema distopia dan juga penuh dengan imoralitas manusia.

Karena itu mungkin ketika memutuskan untuk baca buku berikutnya, alam bawah sadar saya bergerak ke The Secret Garden, karya klasik Frances Hodgson Burnett.

Setelah lama ditinggal begitu saja di tumpukan, akhirnya coba mulai baca lagi, mungkin tindakan bawah sadar ini juga gara-gara lihat adaptasi filmnya yang tahun 1993.

Awalnya saya kira bakal seperti A Little Princess--berhubung pengarangnya sama, dengan setting waktu dan tempat yang kurang lebih sama--soal anak perempuan bangsawan yang tiba-tiba jadi yatim piatu dan harus memulai hidup baru di tempat yang asing sama sekali.

Tapi Mary Lennox sama sekali berbeda dengan Sara Crewe di A Little Princess, bisa dibilang seperti antithesisnya malahan. Mary Lennox adalah anak manja, kasar, tidak pernah tersenyum, kurang ajar, dan sering merendahkan orang lain.

Ia dibesarkan dengan orangtua yang tidak pernah hadir dalam kehidupannya, seorang ayah yang sibuk dengan pekerjaannya, dan seorang ibu--yang tidak pernah menginginkan anak perempuan--sibuk berpesta dan bersenang-senang dengan para teman aristokratnya. Mary hidup di antara para pelayan, yang tidak peduli dengan perasaannya, selalu tunduk pada keinginannya, yang penting dia tidak ribut dan tidak mengganggu atasan mereka, memsahib, sang Nyonya besar.

Jadi meskipun sebenarnya tidak ada alasan sama sekali untuk menyukai tokoh ini, karakter Mary bukan sepenuhnya salahnya sendiri. Mary membenci orang-orang karena dia pikir orang-orang membenci dirinya, dan menganggap itu sebagai hal yang lumrah.

Namun, anak manja sekalipun tetaplah seorang anak..

Kehidupan Mary kemudian berubah ketika wabah kolera menyerang tempat tinggalnya di India, membunuh kedua orangtuanya, dan membuat para pelayan yang masih hidup lebih memilih untuk meninggalkan tempat itu. Ia kini harus tinggal di tempat asing, Inggris, dengan walinya (sang paman, Archibald Craven, yang tampaknya juga tidak terlalu peduli dengan dirinya), di sebuah rumah besar yang dikelilingi moor.

Di tengah ketidakpedulian orang-orang sekitarnya, dan kekosongan yang ditawarkan rumah nan besar dan padang rumput yang hampa, Mary tidak punya pilihan lain selain mengembara di halaman taman yang mengelilingi properti pamannya itu.

Diawali oleh pertemuan dengan seekor burung robin, dan cerita-cerita tentang sebuah taman yang terkunci, Mary menemukan bahwa di tempat muram seperti itu, ada begitu banyak rahasia yang tersembunyi, dan ternyata untuk menyukai sesuatu tidaklah begitu susah.

Kisah dan misteri di dalam The Secret Garden dipaparkan dengan mulus, berbanding lurus juga dengan perubahan karakter utama Mary. Salah satu misteri yang terbuka adalah tentang Colin Craven, sepupu dari Mary yang keberadaannya disembunyikan semua orang.

Pertemuan dengan Colin adalah titik penting dalam perubahan karakter Mary. Colin yang bertemperamen buruk, memiliki masa lalu yang kelam, dan dijauhi semua orang, membuat Mary secara tidak langsung melihat karakter buruk yang dulu dimiliki dirinya.

Namun dengan semua perubahan itu, ketika tokoh Colin terungkap, cerita kemudian berpindah fokus. Memang, latar belakangnya masih berputar pada Secret Garden; tapi Mary Lennox sang tokoh utama kini hanya berperan sebagai tokoh pendukung, nyaris terlupakan.

Saya cukup mengerti tokoh Colin, sang raja cilik yang dibesarkan dengan pikiran bahwa ia tidak memiliki harapan sama sekali dan kematian penuh siksa akan segera mengunjungi dirinya. Saya mengerti, bahkan dengan segala kesombongan yang dimilikinya, tetapi Mary Lennox kini adalah sosok yang berbeda.

Dari awal kisah saya mengikuti perubahannya, dari bocah manja tukang marah menjadi anak yang penuh harapan. Rasanya tidak puas ketika seluruh cerita kemudian berputar kepada Colin yang berusaha keluar dari kamarnya untuk pertama kali, Colin yang masuk ke taman rahasia milik almarhum ibunya, Colin yang belajar berjalan, Colin yang kemudian bahagia dengan ayahnya, Colin yang kemudian disemangati oleh semua orang.

Memang, Mary juga bahagia dengan hal ini. Tapi saya tetap merasa tidak adil ketika buku berakhir begitu saja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar