Sabtu, 27 Juni 2015

Otak Kata [Saga: Identitas Komik #1]

(Artikel ini merupakan bagian dari saga Identitas Komik)




Beberapa minggu terakhir ini, saya sudah beberapa kali membaca (atau sekedar melihat) artikel-artikel online tentang efek membaca terhadap otak dan kepribadian kita. Anjuran-anjuran lama untuk 'banyak membaca buku adalah hal yang baik', tampaknya tidak terlalu salah. 

Paling tidak menurut artikel-artikel ini...

Hmm, saya akan tampilkan beberapa rangkumannya.

Para orang pintar yang disebut peneliti saraf ini, telah lama mempelajari apa yang sebenarnya dilakukan otak ketika kita membaca. Jangan bayangkan imaji otak yang bekerja keras seperti mesin pabrik industrial, kalau dilihat dari hasil penelitian mereka ini, kerja otak mungkin lebih seperti seorang drummer dalam sebuah konser jazz.

Ketika membaca sebuah tulisan, kerja otak bukan hanya mengartikan kata-kata dalam tulisan itu, tapi juga berusaha menginterpretasikan tulisan tersebut menjadi 'kenyataan'. Otak akan mengaktifkan dan menghubungkan berbagai bagian otak, seperti bagian visual, bagian aroma, bagian kepekaan, dll.

Menurut VĂ©ronique Boulenger, seorang peneliti kognitif dari Laboratory of Language Dynamics di Prancis, sebegitu berusahanya otak untuk 'menciptakan' kata-kata tertulis menjadi sedekat mungkin dengan kenyataan, hingga bahkan ketika otak membaca kalimat seperti "Pablo menendang bola"; otak akan mengaktifkan motor cortex, yaitu area otak yang mengkoordinasi gerakan tubuh. (The Brilliant Blog)

Stimulasi-stimulasi yang dilakukan otak ketika kita membaca bisa dibilang sama seperti--atau paling tidak hampir sama--ketika kita benar-benar mengalami kejadian itu sendiri.

Ketika kita membaca sebuah cerita, atau tulisan, bagian jaringan otak yang aktif juga sama seperti ketika kita sedang berusaha untuk memahami perasaan orang lain. (Annual Review of Psychology, 2011)

Karena segala metafora yang ada, juga dengan 'dunia yang jauh berbeda', maka usaha interpretasi yang dilakukan otak akan lebih tinggi ketika yang kita baca adalah tulisan fiksi. Hal ini kemudian menyebabkan beberapa peneliti menyimpulkan kalau para penggemar fiksi adalah orang-orang yang lebih empatis, lebih gampang memahami perasaan dan pikiran orang lain.

Tapi benarkah itu?
Bisakah hasil penelitian ini kemudian didasarkan pada semua jenis buku?

Senin, 22 Juni 2015

Kenapa Berkata



Untuk mendokumentasikan sesuatu, sebagai buku harian, sebagai alat berdagang, sebagai alat komunikasi, karena semua orang membuatnya, atau hanya 'karena' saja. Yang tadi itu hanya sebagian kecil dari banyak alasan kenapa seseorang memulai blog. Dan juga sebagian kecil dari alasan saya kenapa blog ini dimulai.

Sebagai benda fisik dan benda mental, buku tidak pernah jauh-jauh dari saya. Entah dari fungsi utamanya, yaitu untuk dibaca, atau hanya sebagai alat proteksi dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kutu buku? Mungkin iya, mungkin tidak. Ada juga banyak saat ketika saya sama sekali tidak ingin berhubungan dengan buku, dan lagi pula melabeli identitas seperti itu bukan hal yang menyenangkan sama sekali.

Tapi, apa pun itu, buku masih menjadi barang kesukaan saya yang nomor satu. Hal inilah kenapa kemudian saya berkata, dan blog ini muncul.

Rasanya seperti ada yang kurang ketika saya membaca, tapi tidak menulis. Ada beberapa review buku yang sudah saya tulis, entah itu review 'serius' atau hanya review emosional, tapi selama ini tulisan-tulisan review itu hanya nongkrong di goodreads saja.

Lagipula--kenapa saya repot-repot membuat blog--membaca buku bukan hanya menghasilkan review saja. Percayalah, ada banyak hal, beberapa di antaranya ajaib bahkan, yang asal-muasalnya adalah buku.

Jadi, sebagai dokumentasi, sebagai buku harian, sebagai alat komunikasi, sebagai tantangan, sebagai pelampiasan, juga hanya 'karena' saja, adalah alasan kenapa saya berkata, tentang buku yang lili buka.

:]